Senin, 19 Oktober 2015

Pentingnya Kecerdasan Emosi Dalam Pembelajaran

_______________________

Pentingnya Kecerdasan Emosi Dalam Pembelajaran

By Khairunnisa

Abstrak

Tulisan ini akan membahas pentingnya kecerdasan emosi dalam pembelajaran. Selama ini sebagian besar orang berpendapat bahwa kecerdasan intelegensilah yang menyebabkan seseorang dapat berprestasi. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua orang yang berintelegensi tinggi memperoleh prestasi seperti apa yang diinginkan. Kecerdasan emosi pun menjadi faktor penentu prestasi seseorang. Guru sebagai seorang pendidik merupakan salah satu ‘pembawa perubahan’ yang sangat berperan dalam proses pembelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran seorang guru harus dapat melihat kecerdasan emosi peserta didiknya yang meliputi bagaimana mereka mengenal emosi diri sendiri, mengelolanya, memotivasi, mengenal orang lain dan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Hal ini dapat terwujud dengan menyediakan lingkungan yang kondusif, menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis, mengembangkan sikap empati, merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik, melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran, baik secara fisik, sosial maupun emosional dan lain sebagainya.

Kata kunci : Kecerdasan emosi, pembelajaran.



Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajar. Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar seseorang dapat mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian.

Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang. Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas keadaan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun Emotional Quotient (EQ) merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).



Disamping itu adanya sikap dan perilaku yang kurang menghargai nilai-nilai kemanusiaan di masyarakat pada saat ini memerlukan perhatian dari berbagai pihak, khususnya dalam dunia pendidikan. Karena itu kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk dikembangkan dalam pembelajaran.



Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian dan unsur-unsur kecerdasan emosi yang erat kaitannya dengan pembelajaran. Juga bagaimana seoang pendidik dapat mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran.



A. Pengertian kecerdasan emosi

Kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai:“Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peran lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. (Shapiro, 1998-10).

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

B. Unsur kecerdasan emosi

Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif.



Adapun unsur dalam kecerdasan emosi adalah:

3. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri (kesadaran diri) adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu kondisi tertentu dan mengambil keputusan dengan pertimbangan yang matang, serta memiliki tolak ukur yang realitis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.Sedangkan menurut Jhon Mayer, kesadaran diri adalah waspada, baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati. Orang-orang yang peka akan susana hati mereka akan mandiri dan yakin akan batas-batas yang akan mereka bangun, kesehatan jiwanya bagus, dan cenderung berpendapat positif akan kehidupan.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani emosinya dengan baik sehingga berdampak positif dalam melaksanakan tugas, peka terhadap kata hati sehingga dapat mencapai tujuannya. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan



c. Memotivasi Diri Sendiri

Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga menuntun seseorang untuk menuju sasaran, dan membantu dalam mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Untuk mendapatkan prestasi yang terbaik dalam kehidupan, kita harus memiliki motivasi dalam diri kita, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendali kan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusias, gairah, optimis dan keyakinan diri. Orang yang pandai dalam memotivasi diri, mereka cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

Dalam pembelajaran motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan prilaku manusia, termasuk prilaku belajar. Motivasi belajar sangat penting dalam pembelajaran khususnya bagi siswa dan guru. Diantaranya bagi siswa motivasi dapat menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya, mengarahkan kegiatan belajar; membesarkan semangat belajar. Sedangkan bagi guru, motivasi siswa juga sangat penting diketahui oleh guru diantaranya motivasi dapat membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil, membangkitkan bila siswa tidak bersemangat, meningkatkan bila semangat belajar siswa timbul tenggelam, memelihara bila siswa yang telah kuat untuk mencapai tujuan belajar.

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu: kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapakan. Sedangkan dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorentasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Adapun tujuan adalah halyang ingi dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan prilaku dalam hal ini adalah prilaku belajar.



d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman empati merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan, dan manajemen. Robert Rosenthal dalam Goleman (2002) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan lebih peka. Adapun kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca isyarat non verbal seperti: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang dapat menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan menggunakan keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, serta menyelesaikan permasalahan dengan cermat.

Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Untuk mengembangkan kemampuan membina hubungan, yang perlu kita lakukan adalah memperhatikan bahasa tubuh, intonasi dan volume suara, serta kecepatan gerak orang lain.

C. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran (menurut Wikipedia Bahasa Indonesia) adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar

3. Mengembangkan kecerdasan emosional dalam pembelajaran



Agar pembelajaran berlangsung optimal dan menghasilkan hasil belajar yang maksimal ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut



1. Menyediakan lingkungan yang kondusif.

2. Menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis.

3. Mengembangkan sikap empati, dan merasakan apa yang dirasakan oleh peserta didik.

4. Membantu peserta didik menemukan solusi dalam setiap masalah yang dihadapinya.

5. Melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran, baik secara fisik, sosial maupun emosional.

6. Merespon setiap prilaku peserta didik secara positif, dan menghindari respon negatif.

7. Menjadi teladan dalam menegakkan aturan dan disiplin dalam pembelajaran.

Penutup



Kesimpulan



Guru diharapkan menyadari perlunya kecerdasan emosi dalam pembelajaran dengan memperhatikan unsur-unsur yang ada dalam kecerdasan emosi. Unsur-unsur tersebut adalah kesadaran peserta didik terhadap diri sendiri, kemampuan mengendalikan diri, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain (empati) dan hubungan dengan orang lain ( sosial skill).

Guru diharapkan mampu mengembangkan kecerdasan emosi dalam pembelajaran sebagai salah satu pengamalan dari etika kerja profesi sebagai pendidik yang menjadi pilihan mereka.



Daftar Pustaka



Goleman, Daniel. (2004). Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ). Jakata: PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. (2000). Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran diakses 20 September 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar