Secara etimologi
psikologi berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup
dan “logos” yang berarti ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah
psikoligi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Jika kita mengacu
padasalah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah
tepat jika kitamengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang
mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
Berkenaan dengan obyek
psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dandikaji adalah
manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individudalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya
dapatdiartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi terbagi ke dalam dua bagian
yaitu psikologi umum ( general phsychology)yang mengkaji perilaku pada
umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilakuindividu dalam situasi
khusus, diantaranya :
–
Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam
proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
–
Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek –
aspek kepribadiannya.
–
Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan
(klinis)
–
Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
–
Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan
duniaindustri.
–
Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi
pendidikanDisamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih
terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke
depannya akan semakin terus berkembang,sejalan dengan perkembangan kehidupan
yang semakin dinamis dan kompleks.Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai
suatu ilmu karena didalamnya telahmemiliki kriteria persyaratan suatu ilmu,
yakni :
–
Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu
yangterlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta
didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat
pendidikan.
–
Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil
psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui
berbagai studilongitudinal maupun studi cross sectional, baik secara
pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
–
Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan
dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.Dengan
demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang secara khusus mengkaji prilaku individu dalam konteks
situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta,
generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang
diperoleh melalui metode ilmiah tertentu,dalam rangka pencapaian efektivitas
proses pendidikan.Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar.
Kegiatan pendidikan,
khususnya pada pendidikan formal,seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar
Mengajar, sistem evaluasi, dan layananBimbingan dan Konseling merupakan
beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang didalamnya membutuhkan psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang didalamnya melibatkan banyak orang,
diantaranya peserta didik, pendidik administrator, madyarakat dan orang tua
peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara
efektif dan efisien,maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut
seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan
perilakunya secara efektif.
Tidak bisa dipungkiri
lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai
landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan
kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan
kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.
B. PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
a. Pengertian pendidikan
Beberapa definisi
mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini :
M.J. Langeveld (1995) :
- Pendidikan
merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada
kedewasaan.
- Pendidikan
ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-tugas hidupnya, agar
bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila.
- Pendidikan
adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten
Henderson
Pendidikan merupakan
kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial.
Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati nurani.
Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai
denga hati nurani.
John Dewey (1978)
Aducation is all one
with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah segala sesuatu
bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di
balik dirinya).
H.H Horne
Dalam pengertian luas,
pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan
keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana
(1978) :
- Pendidikan
merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk memperoleh
pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun
keterampilan-keterampilan.
- Pendidikan
adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan intensional
dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tertentu.
Dari berbagai definisi
tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala
insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia
ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi
dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa
bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan
sosial generasi yang terdahulu.
Menurut Whiterington
(1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui
tindakan-tindakan belajar. Itu artinya bahwa tindakan-tindakan belajar
yang berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan pertumbuhan pengetahuan
dan perilaku sesuai dengan tingkatan pembelajaran yang dilalui oleh individu
sendiri melalui proses belajar-mengajar, karena itu untuk mencapai hasil
yang diharapkan, metode dan pendekatan yang benar dalam proses pendidikan
sangat diperlukan.
Dalam buku Drs. Alex
Subor, M,Si. mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan adalah
subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi
pendidikan yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan
mengajar.
b. Bahasan Psikologi Pendidikan
Secara garis besar,
umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga
macam yaitu :
1.
Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas
perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
2.
Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi
dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
3.
Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik
bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar
peserta didik.
Sementara menurut Samuel
Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan,
yaitu :
1.
Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (The science of educational
psychology)
2.
Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity)
3.
Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4.
Perkembangan siswa (growth).
5.
Proses-proses tingkah laku (behavior proses).
6.
Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7.
Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition
learning)
8.
Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning).
9.
Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan
pengukuran atau evaluasi. (measurement: basic principles and definitions).
10. Tranfer belajar,
meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11. Sudut-sudut
pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistic dasar (element
of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental
hygiene).
14. Pendidikan
membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology of secondary
school subjects).
16. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary
school).
Dalam proses
belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa inti permasalahan psikiologis terletak
pada anak didik, bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang
pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia
telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu
kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan
salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik.
Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang
perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang
erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
c. Kontribusi Psikologi
Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi
pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama
berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar.
Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya
kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses
dan out pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan
kepribadian peserta didik.
Secara psikologis,
manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam
pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh
setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap,
motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap
individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik
dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam
konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini
adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan
bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi
kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam
pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama
berkenaan dengan aspek-aspek:
(1) kemampuan siswa
melakukan sesuatu dalam berbagai konteks;
(2) pengalaman belajar
siswa;
(3) hasil belajar
(learning outcomes), dan
(4) standarisasi
kemampuan siswa.
d. Kontribusi Psikologi Pendidikan
terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi
pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran.
Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori
classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori
daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari
kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada
kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan
dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian
psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang
melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan
tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
- Agar
seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
- Tujuan
itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan
karena dipaksakan oleh orang lain.
- Orang
itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan
tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
- Belajar
itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
Selain tujuan pokok yang
hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
- Belajar
lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
- Seseorang
belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek
emosional, sosial, etis dan sebagainya.
- Seseorang
memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
- Untuk
belajar diperlukan insight.
- Apa
yang dipelajari harus benar-benar dipahami.
- Belajar
bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
Disamping mengejar
tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan tujuan lain.
- Belajar
lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
- Ulangan
dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
- Belajar
hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar
e. Kontribusi Psikologi
Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan
merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh
tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami
perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian
psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi
yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya
berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun
kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis
yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu,
seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan
alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan,
bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis,
memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang
bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang
optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
f. Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat
gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk
kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberi arah
kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai
oleh segenap kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan,
tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen
pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari seluruh
kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk
pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak
relevan dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan
salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan
pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat
memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik
serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.
Sehubungan dengan fungsi
tujuan yang sangat penting itu, maka suatu keharusan bagi pendidik untuk
memahaminya. Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat
mengakibatkan kesalahpahaman di dalam melaksanakan pendidikan. Gejala demikian
oleh Langeveld disebut salah teoritis (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 : 2000).
Proses pendidikan
merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik
terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan.
Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen
dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling
tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya
prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan
yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian
pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan
mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
g. Unsur-Unsur Pendidik
Proses pendidikan
melibatkan banyak hal, yaitu :
- Subjek
yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus
sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena
peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang
ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi,
ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
- Orang
yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta
didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin
program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/ organisasi.
- Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada
dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik
yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara
optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi,
metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan
pendidikan).
- Tujuan
pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya
abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat
luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan
pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam
kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan
alat tertentu.
- Pengaruh
yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan
persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai
sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal.
Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan
bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan
budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
- Cara
yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode
pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya
sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode
diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan.
- Tempat
peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan
biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
- Tugas
dan Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar Kegiatan Proses
belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh
Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain
guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,
partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya,
evaluator dan konselor.
h. Tugas Guru
Guru memiliki tugas yang
beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi
bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru
sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih
berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang
kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia
harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan
atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam
belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan
tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang
strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin
digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu.
Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin
terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata
lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa
sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari “citra” guru
di tengah-tengah masyarakat.
i. Peran Seorang Guru
Dalam Proses Belajar
Mengajar Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar
signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar
mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor,
motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah
peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
- Demonstrator
- Manajer/pengelola
kelas
- Mediator/fasilitator
Dalam hubungannya dengan
kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
- Pengambil
insiatif, pengarah dan penilai kegiatan
- Ahli
dalam bidang mata pelajaran
- Penegak
disiplin
- Pelaksana
administrasi pendidikan
- Sebagai
Pribadi
Sebagai dirinya sendiri
guru harus berperan sebagai:
- Petugas
sosial
- Pelajar
dan ilmuwan
- Orang
tua
- Teladan
- Pengaman
Secara Psikologis peran
guru adalah:
- Ahli
psikologi pendidikan
- Relationship
- Catalytic/pembaharu
- Ahli
psikologi perkembangan.
j. Peran Pendidik
dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Proses belajar/mengajar
adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran,
tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan,
presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung
(Lozanov, 1978). Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat
besar sekali. Di mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi
manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi
merupakan suatu hal yang penting diperhatikan.
Aspek-aspek teladan
mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar dan
pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu memahami
bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat pada
proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001) Proses pendidikan merupakan
totalitas ada bersama pendidik bersama-sama dengan anak didik; juga berwujud
totalitas pengarahan menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde
normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu
sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar,
tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar
harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak
memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta pertimbangan rasional, dan
perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung
serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka pendidik yang
melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa
berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh
akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis
ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenang-wenangan terhadap
anak-didiknya.
Peran seorang pengajar
atau pendidik selain mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya
kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan pelatihan serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal
39 ayat 2. Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik
yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat
dalam cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang
telah disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik
yaitu pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses
pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan
psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan
pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik
tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. (Sumardi
Suryabrata : 2004)
k. Peran Pendidik dalam Proses
Belajar-Mengajar
Proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian
perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi
atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan
antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan
nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses
belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher),
seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih
(coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini
sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih,
seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar,
memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap
memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat
digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling
modern sekalipun.
Masih terlalu banyak
unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi,
kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran,
tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia
dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk
membantu dan mempermudah kehidupannya. Namun harus diakui bahwa sebagai akibat
dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga
setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di
lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah
peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada
ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui
televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/
komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic
learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan
melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV,
handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning
pembelajaran yang lebih dominan menggunakan internet (berbasis web).
Sungguhpun demikian guru
masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru
sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui
radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain
pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi. Dengan
demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang
tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan
tuntutan sistem ter¬sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru
memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas
dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Belajar merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi
dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa
sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Lantas, apa sesungguhnya belajar itu ? Di bawah ini disampaikan tentang
pengertian belajar dari para ahli :
- Moh.
Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya”.
- Witherington
(1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang
dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk
keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
- Crow
& Crow dan (1958) : “ belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap baru”.
- Hilgard
(1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku
muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”
- Di
Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
- Gage
& Berliner : “belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang
muncul karena pengalaman”
l. Perubahan
Prilaku
Dari beberapa pengertian
belajar tersebut diatas, kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku.
Dalam hal ini, Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku,
yaitu :
1. Perubahan yang
disadari dan disengaja (intensional).
Perubahan perilaku yang
terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan.
Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia
mengikuti suatu proses belajar. Misalnya, seorang mahasiswa sedang belajar
tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha
mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar
Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan
perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.
2. Perubahan yang
berkesinambungan (kontinyu).
Bertambahnya pengetahuan
atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan kelanjutan dari
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu juga,
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu, akan menjadi dasar
bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya. Misalnya,
seorang mahasiswa telah belajar Psikologi Pendidikan tentang “Hakekat Belajar”.
Ketika dia mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”, maka pengetahuan,
sikap dan keterampilannya tentang “Hakekat Belajar” akan dilanjutkan dan dapat
dimanfaatkan dalam mengikuti perkuliahan “Strategi Belajar Mengajar”.
3. Perubahan yang
fungsional.
Setiap perubahan
perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup individu yang
bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa mendatang.
Contoh : seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka
pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan
untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari
dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi
guru.’
4. Perubahan yang
bersifat positif.
Perubahan perilaku yang
terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Misalnya, seorang
mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap bahwa dalam
dalam Prose Belajar Mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan
individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan
berkeinginan untuk menerapkan prinsip – prinsip perbedaan individual maupun
prinsip-prinsip perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang
bersifat aktif.
Untuk memperoleh perilaku
baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan perubahan. Misalnya,
mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka
mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku
psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan
sebagainya.
6. Perubahan yang
bersifat pemanen.
Perubahan perilaku yang
diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi bagian yang melekat
dalam dirinya. Misalnya, mahasiswa belajar mengoperasikan komputer, maka
penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan
melekat dalam diri mahasiswa tersebut.
7. Perubahan yang
bertujuan dan terarah.
Individu melakukan
kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Misalnya, seorang mahasiswa
belajar psikologi pendidikan, tujuan yang ingin dicapai dalam panjang pendek
mungkin dia ingin memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang
psikologi pendidikan yang diwujudkan dalam bentuk kelulusan dengan memperoleh
nilai A. Sedangkan tujuan jangka panjangnya dia ingin menjadi guru yang efektif
dengan memiliki kompetensi yang memadai tentang Psikologi Pendidikan. Berbagai
aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
8. Perubahan perilaku
secara keseluruhan.
Perubahan perilaku
belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk
memperoleh pula perubahan dalam sikap danketerampilannya. Misalnya, mahasiswa
belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang
pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia
memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Abin
Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat
berbentuk :
- Informasi
verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara
tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu
benda, definisi, dan sebagainya.
- Kecakapan
intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan
lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan
simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah
kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit,
konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam
menghadapi pemecahan masalah.
- Strategi
kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan
keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi
kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir
agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapanintelektual menitikberatkan
pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada
pada proses pemikiran.
- Sikap;
yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan
dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan vertindak dalam
menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur
pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
- Kecakapan
motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
dikontrol oleh otot dan fisik.
Sementara itu, Moh.
Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
- Kebiasaan;
seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari
kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya
ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
- Keterampilan;
seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik,
keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan
kesadaran yang tinggi.
- Pengamatan;
yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk
melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu
mencapai pengertian yang benar.
- Berfikir
asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan
lainnya dengan menggunakan daya ingat.
- Berfikir
rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why).
- Sikap
yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik
atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan
dan keyakinan.
- Apresiasi
(menghargai karya-karya bermutu.
- Perilaku
afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah,
sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta tingkatan aspek-aspeknya.
m. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Proses Belajar
Secara umum
factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut
saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil
belajar.
1)
Faktor internal
Faktor internal adalah
factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil
belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan
factor psikologis.
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis
adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.
- keadaan
tonus jasmani
Keadaan tonus jasmani
pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. kondisi fisik yang
sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar
individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat
tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani
sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani.
Cara untuk menjaga
kesehatan jasmani antara lain adalah :
a)
menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam
tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh
cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
b) rajin
berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c)
istirahat yang cukup dan sehat.
- keadaan
fungsi jasmani/fisiologis.
Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi
hasil belajar, terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan
pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh
manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki
peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu,
baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara
preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana
belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain
sebagainya.
Factor psikologis
Factor–faktor psikologis
adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar.
Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
- kecerdasan
/intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan
diartikan sebagai kemmpuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian,
kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga
organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya
otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi
otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper
seluruh aktivitas manusia.
Para ahli membagi
tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ
berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).
Distribusi Kecerdasan IQ
menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ)
|
Klasifikasi
|
140 – 169
|
Amat superior
|
120 – 139
|
Superior
|
110 – 119
|
Rata-rata tinggi
|
90 – 109
|
Rata-rata
|
80 – 89
|
Rata-rata rendah
|
70 – 79
|
Batas lemah mental
|
20 — 69
|
Lemah mental
|
Dari table tersebut,
dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
1.
Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ
140—IQ 169;
2.
Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
3.
Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
4.
Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
5.
Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
6.
Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;
7.
Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ
69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil,
idiot.
Pemahaman tentang tingkat
kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak
yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah
satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah
yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan
terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya
motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik.
Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang
gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca
tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang
efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N.
Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic untuk belajar
anatara lain adalah:
a. Dorongan
ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya
sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c. Adanaya
keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang
penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain
sebaginya.
d. Adanya
kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan
lain-lain.
Motivasi ekstrinsik
adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,
teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
- Minat
Secara sederhana,minaat
(interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang
popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan
kebutuhan.
Namun lepas dari
kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau
bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat
belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama,
dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak
membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan
siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa
(kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau
bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar,
sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah
gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa
dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam
belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya
sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang
studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain
yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki
seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang
menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka
bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan
berhasil.
Pada dasarnya setiap
orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai
kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan
lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya.
Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari
bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug
dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik,
orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.
2)
Factor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik
siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003)
menjelaskan bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor
lingkungan nonsosial.
Lingkungan social
a)
Lingkungan social sekolah, seperti ggggggguru, administrasi, dan teman-teman
sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah.
Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi
dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b)
Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling
tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c)
Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Lingkungan non
social.
a)
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan
factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b)
Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar,
lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c)
Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar
guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.
C. PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN
Psikologi perkembangan
dirumuskan sebagai ilmu yang membahas tingkah laku manusia yang sedang dalam
taraf perkembangan yang sangat pesat. Psikologi perkembangan memusatkan
pembahasan terhadap perubahan-perubahan tingkah laku, dalam rangka pembentukan
manusia yang lebih matang
Berdasarkan pendapat
beberapa ahli, psikologi perkembangan itu dapat diartikan sebagai
1.
“… That branch of psychology which studies processes of pra and
post natal growth and the maturation of behavior” artinya psikologi
perkembangan merupakan cabang dari psikologis yang mempelajari proses
perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan
perilaku. (J.P.Chaplin, 1979)
2.
Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu
dari mulai masa konsepsi sampai mati. (Ross Vasta, dkk 1992)
Kedua pendapat diatas
menunjukan bahwa psikologi perkembangan merupakan salah satu bidang psikologi
yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai perubahan tingkah laku dan
proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal) sampai mati.
a. Pengertian
Perkembangan
Para ahli psikologi
setuju dengan pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang
mengarah pada kemajuan. Perkembangan menyebabkan tercapainya kemampuan dan
sifat-sifat psikis yang baru. Perubahan yang dimaksudkan sebagai pencapaian
sifat-sifat psikis yang baru, tidak terlepas dari perubahan yang terjadi pada
struktur biologis, meskipun tidak semua perubahan-perubahan kemampuan dan
sifat-sifat psikis dipengaruhi oleh perubahan struktur biologis. Atau
dengan kata lain Perkembangan dapat dikatakan sebagai proses perubahan fungsi-fungsi
psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis,
ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu
menuju kedewasaan. Perkembangan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi
dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan yang menguntungkan.
Perkembangan
menunjukan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju kedepan dan
tidak dapat di ulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi
perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat di
ulangi. Perkembangan menunjukan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang
bersifat tetap dan maju.
Perubahan struktur
biologis yang berkaitan dengan perkembangan psikis adalah pertumbuhan dan kematangan.
pertumbuhan menunjukan perubahan kuantitaf, Nampak dalam perubahan ukuran dan
struktur tubuh. Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang
semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan
yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi fungsi
jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan
melalui pertumbuhan, pematangan dan belajar. Perkembangan menghasilkan bentuk
bentuk dan cirri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang
sederhana ketahap yang lebih tinggi.
b. Prinsip-prinsip
perkembangan
- Perkembangan
merupakan proses yang tidak pernah berhenti
Manusia secara terus
menerus berkembang atau berubah, yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar
sepanjang hidupnya.
- Semua
aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek individu
baik fisik, emosi, intelegensi maupun social, satu sama lainnya saling
mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek
tersebut.
- Perkembangan
itu mengikuti pola atau arah tertentu
Setiap tahap
perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan
prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.
- Perkembangan
terjadi pada tempo yang berlainan
Perkembangan fisik dan
mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu yang berbeda (ada yang cepat
dan ada yang lambat)
bergaul dengan orang
lain)
- Setiap
individu yang normal mengalami tahapan/fase perkembangan
Dalam mengadapi hidup
yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembangan:
bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa dan masa tua.
- Pertumbuhan
sebagai proses “menjadi”
Setiap organisme selalu
mempunyai prinsip selalu berproses untuk “menjadi”. Dengan kemauannya anak
mampu melakukan seleksi atau pilihan, juga mampu melati fungsi-fungsinya dengan
satu kebebasan. Dan kemudian di hari anak berusaha menjadi pribadi menurut
konsep, cita-cita, dan keinginan sendiri.
- Paduan
antara dorongan-dorongan mempertahankan diri dan pengembangan diri
Pada setiap orang
terdapat dorongan fisik dan psikis untuk mempertahankan diri dan mempertahankan
hidupnya. Berkat dorongan mempertahankan diri seseorang akan menyimpan segala
pengalaman yang berguna.selanjutnya oleh pengalaman-pengalaman tersebut orang
itu akan semakin menjadi pandai dan matang.
- Idividualitas
anak dan perbedaan individual
Sejak saat kelahiran,
bayi sudah menampakan cirri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang
individual. Setiap bayi yang satu dengan yang lain sudah memiliki perbedaan
karakteristik, ada yang lebih sigap-kokoh, lebih aktif, sepat lapar ada yang
tidak. Ada bayi-bayi yang sangat peka, mudah terkejut dan takut, suka rewel ada
juga yang tidak.karena perbedaan-perbedaan individual yang karakteristik
tesebut individu anak merupakan pribadi yang kha dan unik.
- Anak
sebagai makhluk sosial
Seorang anak yang
berdiri sendiri dan terpisah secara total dari masyarakat serta pengaruh
cultural orang dewasa, tidak mungkin dia menjadi anak normal. Tanpa bantuan
orang dewasa/manusia lain dan lingkungan sosialnya anak tidak akan mungkin
mencapai taraf kemanusiaan yang seharusnya.
- Hukum
konvergensi
Hukum konvergensinya
menyatakan adanya kerjasama antara faktor kodrati dan faktor social. Setiap
perkembangan anak, faktor hereditas atau endogen dan faktor lingkungan itu
harus bekerja sama. Kedua-duanya saling melibatkan damn mempengaruhi satu sama
lain, faktor tersebut memberikan pengaru besar pada proses perkembangan anak.
- Pemenuhan
kebutuhan sebagai sumber dinamis dari aktivitas anak.
Stiap individu anak dan
orang dewasa selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu utntuk
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan kebutuhan tersebut menuntut untuk dipenuhi
sehingga tidak terjadi ketegangan batin, konflik-konflik batin dan frustasi.
- Penggunaan
fungsi-fungsi secara spontan sebagai tanda kemampuan tubuh
Jika kapasitas-kapasitas
untuk berbuat, berfikir dan merasakan pada anak sudah matang anak akan didorong
oleh impuls-impulsyang kuat untuk menggunakannya. Misalnya jika peralatan untuk
menelungkup sudah “matang”, anak secara spontandan otoatis akan berusaha
menelungkupkan dirinya, tanpa ada satu rangsangan dari luar dan dia akan
berusaha menghindari semua rintangan yang menghambat usaha belajar
menelungkupnya.
- Kematangan
dan masa peka
pertumbuhan dan
kematangan berlangsung diluar control dan kemauan manusia. Namun, dapat
dinyatakan bahwa setiap pengalaman yang positif dapat mengembangkan poribadi
anak. Oleh pengalaman tersebut anak menjadi matang dan penghayatan hidupnya
akan bertambah luas.
- Perjuangan
sebagai ciri perkembangan
Hidup ini merupakan
suatu perjuangan yang tidak kunjung hentinya. Perjuangan tersebut mula-mula
untuk mencapai taraf kedewasaan, kemudian untuk mencapai penyempurnaan diri
sebagai manusia.
- Pemulihan
diri dan revisi terhadap kebiasaan.
Dalam masa perkembangan
anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, dimana bisa
berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa ini
pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera
rohaniahyang para pada anak yang sukar dipulihkan. Dalam proses perkembangan
anak memiliki kemampuan untuk memikul kemalangan dan derita dan kemampuannya
untuk memulihkan diri atau meyembuhkan diri sendiri dari hal-hal tersebut.
- Setiap
fase perkembangan mempunyai ciri khas
Contohnya sampai pada
usia dua tahun anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, menguasai
gerak-gerik fisik dan belajar berbicara dan pada usia tiga sampai enam tahun,
perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia social (belajar
c. Fase-Fase
Perkembangan
Dalam ilmu jiwa
perkembangan kita kenal beberapa pembagian masa hidup anak, yang disebut
sebagai fase atau perkembangan. Berikut adalah pembagian fase-fase perkembangan
menurut beberapa ahli
(Thornburg, 1984)
Thornburg menyatakan
bahwa perkembangan berlangsung secara terus menerus disepanjang kehidupan
seseorang, mulai dari masa konsepsi sampai berakhirnya kehidupan orang itu.
perkembangan itu berLangsung secara bertahap yang setiap tahap terdiri atas
beberapa periode umur. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan yang dimaksud:
- Masa
bayi 0 – 2 tahun
1.
Periode dalam
kandungan :
mulai dari konsepsi hingga lahir
2.
Periode baru
lahir.
: lahir sampai umur 4 atau 6 minggu
3.
Periode
bayi
: umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun
- Masa
kanak-kanak 2 – 11 tahun
1.
Periode kanak-kanak permulaan, umur 2 -5 tahun
2.
Periode kanak-kanak pertengahan, umur 6 – 8 tahun
3.
Periode kanak-kanak akhir, umur 9 – 11 tahun
Praremaja 9 – 13 tahun
- Masa
remaja 11 -19 tahun
1.
a. Remaja permulaan, 11
-13 tahun
2.
b. Remaja pertengahan, 14
– 16 tahun
3.
c. Remaja akhir, 17 – 19
tahun
Pemuda 19 – 22 tahun
- Masa
dewasa 20 – 81 tahun
1.
Dewasa permulaan, 20 – 29 tahun
2.
Dewasa pertengahan, 30 – 49 tahun\
3.
Dewasa, 50 -65 tahun
4.
Dewasa akhir, 66 – 80 tahun
5.
Tua, > 81 tahun
6.
Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles
Aristoteles
menggambarkan individu, sejak anak sampai dewasa itu ke dalam tiga tahapan.
Setiap tahapan lamanya tujuh tahun, yaitu:
- Tahap
I : dari 0 – 7
tahun, masa anak kecil atau masa bermain
- Tahap
II : dari 7 – 14 tahun, masa
anak masa sekolah rendah
- Tahap
III : dari 14 – 21 tahun, masa
remaja/pubertas, masa peralihan dari usia anak menjadi orang dewasa
Kretscmer
Kretscmer mengemukakan
bahwa dari lahir sampai dewasa individu melewati empat tahap, yaitu:
- Tahap
I : 0 –
kira-kira 3 tahun; Fullungs (pengisian) periode I;
pada periode ini
anak kelihatan pendek
gemuk.
- Tahap
II : kira-kira
3 tahun – kira-kira 7 tahun; Streckungs(rentangan)
Periode
I, pada periode ini anak
kelihatan langsing (memanjang/meninggi)
- Tahap
III : kira-kira 7 tahun –
kira-kira 13 tahun; Fullungs periode II, pada masa
ini anak kelihatan
pendek gemuk kembali
- Tahap
IV : kira-kira 13 tahun –
kira-kira 20 tahun; Streckungs periode II, pada
periode ini anak kembali
kelihatan langsing
Elizabeth Hurlock
Elizabeth Hurlock
mengemukakan pemahaman perkembangan individu, yaitu:
- Tahap
I
: Fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi
sampai proses kelahiran, yaitu sekitar 9 bulan atau 280 hari.
- Tahap
II : Infancy (Orok),
mulai lahir sampai usia 10 tahun 14 hari
- Tahap
III : babyhood (bayi),
mulai dari 2 minggu sampai usia 2 tahun
- Tahap
IV : Childhood (kanak-kanak),
mulai 2 tahun sampai masa remaja (puber).
- Tahap
V : Adolesence/puberty,
mulai dari usia 11 atau 13 tahun sampai usia 21
tahun
a) Adolesence, pada umumnya
wanita usia 11 – 13 tahun sedangkan pria lebih lambat dari itu;
b) Early
adolescence, pada usia 16 – 17 tahun;
c) Late
adolescence, masa perkembangan yang terakhir sampai masa usia kuliah diperguruan
tinggi
d. Tahap
Perkembangan
1. Masa
Kanak-kanak
Masa kanak-kanak adalah
masa yang sangat penting. Mengapa? Karena dalam rentang lima masa kanak-kanal
(prenatal, masa bayi dan tatih, masa kanak-kanak pertama, masa kanak-kanak
kedua, dan masa remaja), priabdi dan sikap seseorang dibentuk. Bila pada masa
penting itu seseorang anak ”salah bentuk”, akibatnya bisa fatal. Hal ini kerap
dilakukan orang tua, guru, atau orang dewasa karena mereka memiliki pengetahuan
yang minim mengenai perkembangan anak.
Untuk mendapatkan
wawasan yang jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan
dalam beberapa periode. Adapun sebabnya ialah sebagai berikut: pada saat-saat
perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan
tingkah laku karakteristik yang hampir sama. Dalam ilmu jiwa perkembangan kita
kenal beberapa pembagian masa-hidup, yang disebut sebagai fase atau
perkembangan. Fase perkembangan ini mempunyai ciri-ciri yang relatif sama,
berupa kesatuan-kesatuan peristiwa yang bulat.
Anak merupakan pelaku
atau author yang bebas merdeka; yaitu leluasa memilih satu pola hidup tertentu,
mengarah pada satu tujuan hidup tertentu pula. Namun selanjutnya anak akan
memahami, bahwa kebebasannya pada hakekatnya dibatasi (ada limitasinya) oleh
faktor-faktor hereditas atau pembawaan kodrati, dan dibatasi pula oleh
kondisi-kondisi lingkungan hidupnya.
Menurut orang jerman
bahwa hakekat perjuangan hidup anak manusia dan manusia dewasa ialah: “Thomme
passe infiniment Thomme” = manusia itu tidak habis-habisnya berusaha mengatasi
kemanusiaannya.
Perbedaan fisik serta
psikis anak yang didukung pula oleh perbedaan sistem-nilai anak mengakibatkan
perbedaan respons/reaksi masing-masing anak terhadap pengaruh lingkungan, usaha
bimbingan, dan upaya pendidikan. Tercapainya martabat-manusiawi dan kedewasaan
itu tidak berlangsung secara otomatis dengan kekuatan sendiri; akan tetapi
senantiasa berkembang dengan bantuan orang dewasa. Perkembangan yang sehat
akan berlangsung, jika kombinasi dari fasilitas yang diberikan oleh lingkungan
dan potensialitas kodrati anak bisa mendorong berfungsinya segenap kemampuan
anak.
unsur dinamisme
merupakan ciri pokok pada individu anak yang sehat. Jadi, hidup ini berisikan
usaha-usaha yang berkesinambungan dan tidak pernah berhenti, karena organisme
manusia dilengkapi dengan impuls-impuls untuk memobilisir segenap potensi agar
bisa berfungsi sepenuhnya. Sejak masa bayi, anak senantiasa menunjukkan usaha
untuk maju dengan bantuan segenap peralatan fisik dan psikisnya, untuk mencapai
kemungkinan-kemungkinan baru yang terletak di depannya. Pada saat itu terlihat
adanya selingan di antara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih
tetap konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai irama perkembangan.
Dalam usaha mempelajari
macam-macam kesanggupan baru itu anak dijiwai oleh entusiasme atau kegairahan
yang amat besar. Lambat laun, dalam proses pertumbuhannya, suatu peristiwa yang
dianggap baru dan mencekam segenap minat serta hatinya, lalu jadi tidak menarik
perhatiannya lagi. Sebab ketrampilan baru tadi sudah jadi bagian dari totalitas
pola tingkah lakunya, yang kini sudah jadi “otomatis”, bahkan kurang dihayati
secara sadar.
Salah satu sukses dalam
usah perjuangan seorang ondividu yang matang itu ialah: kemampuan untuk memikul
duka derita dalam perjuangannya. Luka lara.
Maka dalam perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, di mana bisa berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa sedemikian pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rokhaniah yang parah pada anak, yang sukar dipulihkan.
Maka dalam perkembangan anak itu terdapat apa yang disebut sebagai saat-saat kritis, di mana bisa berlangsung titik patah/breaking point. Pada peristiwa sedemikian pengalaman-pengalaman tertentu akan meninggalkan akibat buruk berupa cedera rokhaniah yang parah pada anak, yang sukar dipulihkan.
Suami istri Clara dan
William Stern membagi perkembangan bahasa anak yang normal dalam 4 periode
perkembangan yaitu:
1.
Masa pertama k.l 12-18 bulan. Stadium kalimat-satu-kata. Satu perkataan
dimaksudkan untuk mengungkapkan satu perasaan atau satu keinginan.
2.
Masa kedua: 18-24 bulan. Mengalami stadium-nama. Pada saat ini timbul
kesadaran bahwa setiap benda mempunyai nama. Jadi ada kesadaran tentang bahasa.
3.
Masa ketiga: 24-30 bulan. Mengalami stadium-flexi, (flexi, flexico =
menafsirkan, mengikrabkan kata-kata).
4.
Masa keempat. Mulai usia 30 bulan keatas, stadium anak kalimat.
Anak-anak yang kidal,
apabila ia dipaksakan untuk menggunakan tangan kanannya, bisa mengalami trauma
psikis dan menjadi gagap. Waktu bayi itu lahir, dia merupakan “subyek dengan
dunianya sendiri” yang melingkupi DIRI sendiri saja. Mengingat perkembangan
anak yang amat pesat pada usia sekolah, dan mengingat bahwa lingkungan keluarga
sekarang tidak lagi mampu memberikan seluruh fasilitas untuk mengembangkan
fungsi-fungsi anak terutama fungsi intelektual dalam mengejar kemajuan zaman
modern maka anak memerlukan satu lingkungan sosial yang baru yang lebih luas;
berupa sekolahan, untuk mengembangkan semua potensinya.
Dalam perkembangan
jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting. Beberapa teori
mengenai fungsi pengamatan ini dipaparkan oleh Meumann, Stern dan Oswald Kroh.
Pengamatan anak selama periode sekolah rendah itu berlangsung sebagai berikut:
–
Dimulai dari pengalamatan kompleks totalitas, menuju pada
bagian-bagian/onderdil
–
Berangkat dari sikap pasif menerima, menuju pada sikap pamahaman: aktif,
mendekati, dan mencoba mengerti
–
Bertitik tolak dari AKU, menuju kepada obyek-obyek dunia sekitar dan milieunya
–
Dari dunia fantasi menuju ke dunia realitas
Usia 5-11 tahun disebut
pula sebagai masa latensi (latensi latens, latere = tersembunyi, belum muncul,
masih terikat). Pada periode ini macam-macam potensi dan kemampuan anak masih
bersifat “tersimpan”, belum mekar, belum terpakai. Maka akhir masa latensi itu
disebut sebagai masa pueral atau pra-pubertas.
2. Masa
Remaja
Masa pra-pubertas ini
ditandai oleh perkembangannya tenaga fisik yang melimpah-limpah. Keadaan
tersebut menyebabkan tingkah laku anak kelihatan kasar, canggung, brandalan,
kurang sopan, liar dan lain-lain. Periode percepatan tumbuh dengan bertambahnya
berat badan dan panjang tubuh dengan ukuran tidak konstan ini pada umumnya
berlangsung pada usia 11-15 tahun pada anak-anak gadis, dan umur 13-18 tahun
pada anak-anak laki. Peningkatan aktivitas tersebut bukannya berarti
peningkatan agresivitas anak; akan tetapi Semua kegiatan itu dimungkinkan
oleh adanya prinsip perkembangan yang aktif –dinamis pada anak.
Anak-anak laki-laki dan
anak perempuan yang berkumpul bersama-sama pada usia ini lebih banyak didorong
loleh faktor rasa-ingin-tahu (curiousity); dan bukan oleh masalah-masalah
seksual. Aktifitas mereka bersifat netral. Bahkan ada kalanya bersifat
“ofensif”; yaitu saling mengganggu , saling berolok-olok, bahkan kadang-kadang
juga melakukan perkelahian.
Pada usia pubertas
tersebut muncul pula aspirasi-aspirasi (peranan, usaha peningkatan),
impian-impian hidup, dan cita-cita paling mulia tinggi. Tapi sebaliknya mungkin
pula dibarengi timbulnya nafsu-nafsu rendah dan fikiran-fikiran yang paling
inferior pada anak puber.
Identifikasi bisa
bermanfaat, karena bisa memperkokoh perkembangan AKU dan kepribadian anak,
serta memberikan spirit kegairahan. Sedang tanpa identifikasi sama sekali,
pribadi menjadi lemah, bisa jadi inferior, dan akan timbul banyak kecemasan
serta macam-macam gejala neurotis (neuron = syaraf; neurotis = gangguan pada
syaraf). Oleh karena itu proses identifikasi memainkan peranan besar bagi
lancar tidaknya relasi anak muda terhadap orang tua, dan komunikasinya dengan
lingkungan sosial yang lebih luas.
Proses organis paling
penting pada masa pubertas ini ialah: kematangan seksual. Kematangan seksual
yang normal berlangsung pada usia k. l. 12 sampai 18 tahun. Namun ada kalanya
kematangan seksual ini berlangsung lebih cepat atau lebih lambat dari usia
12-18 tahun. Sebab-musabab percepatan atau kelambatan itu belum dapat
diterangka dengan jelas.
Kematangan seksual atau
kematangan fungsi jasmaniah yang biologis ini berupa kematangan kelenjar
kelamin, yakni testes (buah zakar, kelepir) untuk anak laki-laki, dan ovarium
(indung telur) pada anak-anak gadis; beserta membesarnya alat-alat kelamin.
Sebelumnya peristiwa tadi didahului oleh tanda-tanda kelamin sekunder.
Tanda-tanda kelamin sekunder antara lain berupa: gangguan peredaran darah,
jantung sering berdebar-debar, cepat menggigil, mudah capai, kepekaan pada
susunan syaraf; juga pertumbuhan rambut pada alat kelamin dan ketiak, tumbuhnya
cambang dan kumis pada anak laki-laki, dan perubahan suara. Sedang pada
anak-anak gadis berlangsung meluasnya/melebarnya dada, tumbuhnya payudara,
penebalan lapisan lemak disekitar pinggul, paha dan perut.
- Perkembangan
Psikologi Remaja
Remaja merupakan masa
peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun
sampai 21 tahun.Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan
yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang
sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada
diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui
tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara
lain:Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara
efektif
Sebagian besar remaja
tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan
remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu.
Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan
berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian
tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan
selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani
tidak memiliki teman, dan sebagainya.
Remaja dapat memperoleh
kebebasan emosional dari orangtua. Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan
emosional sering disertai perilaku “pemberontakan” dan melawan keinginan
orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam
keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan
keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat
remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru
lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak
menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam
kesulitan besar.
Remaja mampu bergaul
lebih matang dengan kedua jenis kelamin. Pada masa remaja, remaja sudah
seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan.Remaja yang menyadari akan tugas
perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis
kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada
sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya
sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam
tugas perkembangan remaja tersebut.
Mengetahui dan menerima
kemampuan sendiri, Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila
remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih
cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan
kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut
belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan
pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan
selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).
Memperkuat penguasaan diri
atas dasar skala nilai dan norma. Skala nilai dan norma biasanya diperoleh
remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari
tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai
dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi
seperti siapakah “aku” ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam
mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.
1. Periode Pueral
(Prapubertas, Awal Pubertas)
Sulit untuk menentukan
usia berapa dan kapan masa pueral ini dimulai. Ada ahli-ahli yang mengemukakan
usia 10 – 12 Tahun, ada yang 12 – 14 tahun. Namun, bias dinyatakan bahwa
gejala-gejala prueral itu bias berkelanjutan sampai jauh melampaui masa
pubertas.
Anak puer disebut juga
sebagai anak besar, yang tidak mau dianggap “kanak-kanak dan kecil” lagi.
Namun, belum bias meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Sikap hidup anak puer
iturealistis dan sadar “nuchter”. Ia belum memperdalam isi
kejiwaannya sendiri, tapi lebih menegok ke dunia luar. Mereka kecenderungan
untuk melepaskan diri dari identifikasi lama, mulai bersikap kritis terhadap
orang tuanya, melebihlebihkan kemampuan sendiri dan berusaha keras untuk berbeda
denga orang tuanya.
Kontak relasi anak puer
dengan kawan-kawannya asalah sifat yang masih primitive dan masih longgar. Pada
masa ini relasi diantara anak-anak gadis dengan pemuda-pemuda cilik
sifatnya masih non-seksual. Anak-anak laki-laki dan anakperempuan yang
berkumpul bersama-sama lebih banyak didorong oleh rasa keingintahuan dan bukan
oleh masalah-masalah seksual. Aktivitas mereka bersifat netral bahkan ada
kalanya bersifat ofensif yaitu saling mengganggu, saling berolok-olok, bahkan
kadang-kadang juga melakukan perkelahian. Kejadian sedemikian ini disebabkan
oleh timbulnya :
–
Dorongan untuk merealisasi mdiri
–
Dorongan untuk mempertahankan aku-nya
–
Keinginan menjadi dewasa, dan
–
Hasrat berprestasi
2. Masa Pubertas Awal
Masa pubertas awal atau
masa pubertas merupakan satu periode yang segera akan dilanjutkan oleh masa
adolesensi yang disebut pula sebagai masa pubertas lanjut. Masa
pubertas sama halnya denga masa pueral yang tidak dapat dipastikan kapan
dimulai dan berakhirnya. Beberapa pendapat menyatakan bahea masa pubertas
dimulai pada usia kurang lebih 14 tahun dan akan berakhir pada usia kurang
lebih 17 tahun. Namun pubertas anak gadis pada umumnya berlangsung lebih awal
daripada anak laki-laki.
Kepribadian pada anak
puber masih banyak terdapat unsur kekanak-kanakan. Namun pada masa puber ini
muncul unsur baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan batiniah
sendiri, sekaligus perkuatan dari rasa aku. Pada usia ini
mulai muncul sifat-sifat khas perempuan dan laki-laki, yaitu sifat
pasif-menerima pada perempuan dan sifat aktif berbuat pada laki-laki. Oleh
karena itu penampakan tingkah laku anak laki-laki kelihatan lebih hebat dan
meledak-ledak. Prilaku gadis-gadis puber terlihat lebih terkendali oleh perasaa
dan terikat pada tradisi serta peraturan-peraturan keluarga.
Pada masa puber ini
mulai timbul minat dan emosi heteroseksual, yaitu tertarik pada
lawan jenisnya. Disamping perasaan homoseksual terhadap
ayah/ibu dan kawan-kawan sejenis. Namun pada usia puber ini terjalin relasi
segitiga atau relasi triangulaire.
- Bagi
seorang anak gadis:
–
Ada unsur cinta diri (selflove)
–
Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi ibu sendiri atau seorang
kawan gadis
–
Obyek cinta “heteroseksual” dalam wujud seorang pria/laki-laki
- Bagi
seorang anak laki-laki:
–
Ada unsur cinta diri (selflove)
–
Ada obyek cinta “homoseksual” dalam wujud pribadi ayah sendiri atau seorang
kawan laki-laki
–
Obyek cinta “heteroseksual” dalam wujud seorang gadis
Oleh karena itu, relasi
anak puber lebih bersifat biseksual, yaitu cinta baik kepada
seorang pria maupun wanita.
Pada masa puber
keinginan untuk melepaskan diri dari ikatan orang tua semakin kuat sehingga ada
kalanya seorang anak bertingkah laku memberontak dan melarikan diri dari rumah.
Pada umumnya usaha melarika diri dari rumah disebabkan oleh
- Kerisaun
seksual
- Kurangnya
kemampuan untuk mengontrol dan mengendalikan diri terutama emosi-emosinya.
- Ketidakstabilan
psikis
- Konflik-konflik
intern/batin yang sangat kuat
- Kebimbangan-kebimbangan
karena belum menemukan norma yang mantap
Sehubungan dengan hal
diatas, masa pubertas itu biasa disebutkan sebagai “edisi kedua dari masa
kanak-kanak”, yang menonjolkan unsur keragu-raguan dalam memilih obyek
cintanya.
3. Masa Adolesensi
(adolescence, pasca remaja)
Dengan selesainya masa
pubertas awal, masuklah anak ke dalam periode kelanjutkannya, yaitu masa
pubertas akhir atau pasca remaja/adolesensi. Masa adolesensi ini
oleh Sigmund Freud disebut sebagai “Edisi kedua dari situasi Oedipus”.
Sebab relasi anak muda pada usia ini masih mengandung banyak konflik antara isi
psikis yang kontrakdiktif, terutama sekali konflik pada relasi anak muda dengan
orang tua dan obyek cintanya.
Menurut banyak ahli ilmu
jiwa, batas waktu adolesensi itu ialah 17 – 19 tahun atau 17-21 tahun.
Perbedaan karakteristik antara tiga fase yaitu pra-pubertas/pueral, pubertas
(awal), dan adolesensi atau pubertas akhir itu antara lain ialah sebagai
berikut
1.
Pada masa pra-pubertas (masa negative, Verneinung, Trotzalter kedua), anak
sering merasakan: bingung, cemas, takut, gelisah, gelap hati, bimbang ragu,
risau , sedih, sara minder, melawan rasa “besar-dewasa-super”,dan lain-lain.
Anak tidak tahu sebab-sebab dari macam-macam perasaan kontradiktif yang
menimbulkan banyak kerisauan hatinya.
2.
Pada masa pubertas, anak muda menginginkan/mendambahkan sesuatu, dan
mencari-cari sesuatu. Namun apa sebenarnya “sesuatu” yang diharapkan dan dicari
itu, dia sendiri tidak tahu. Anak muda sering merasa sunyi hati, dan menduga ia
tidak mengerti orang lain dan tidak dimengerti oleh pihak luar.
3.
Pada masa adolesensi, anak muda mulai merasa mantap, stabil. Dia mulai
mengenalaku-nya, dan ingin hidup dengan pola hidup yang digaransikan
sendiri, dengan itikad baik dan keberanian. Dia mulai memahami arah hidupnya
dan menyadari tujuan hidupnya. Ia mempunyai pendirian tertentu berdasarkan
suatu pola hidup yang jelas yang baru ditemukannya.
Pada masa adolesensi
anak muda mulai menemukan nilai-nilai hidup dirinya, sehingga makin jelaslah
pemahaman tentang keadaan dirinya. Dia mulai berdifat kritis terhadap
obyek-obyek diluar dirinya dan ia mampu mengambil sintese antara tanggapan
dunia luar dengan dunia intrern.
Dalam perkembangan anak
pada masa adolesensi dihadapkan pada banyak masalah baru dan kesulitan yang
kompleks. Antara lain berupa:
1.
Anak muda belajar berdiri sendiri dalam suasana kebebasan
2.
Beruasaha melepaskan ikatan-ikatan efektif lama dengan orang tua dan
obyek-obyek cintanya
3.
Berusaha membangun relasi-relasi perasaan yang baru
Emosi anak
adolesens lebih terarah kedalam, pada kehidupan batiniah sendiri dan
narsistis adalah sifat cinta diri yang mementingkan diri sendirinya sendiri
yang sudah dimiliki pada masa ini. Tugas utama anak adolesens ialah mengatasai
benturan-benturan batin dengan tabah dan menciptakan harmoni diantara dua
duinia yang bertentangan.
Wiliam kay mengemukakan
tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
a)
Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b)
Mencapai kemandirian emosional dari orang tuaatau figure-figur yang mempunyai
otoritas
c)
Mengembangkan keterampilan komukikasi interpersonaldan belajar bergaul dengan
teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok
d)
Menemukan manusia model yang dijadiakan identitasnya
e)
Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan sendiri
f)
Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas
dasar skala nilai , prinsip-prinsi atau falsafah hidup (Weltanschauung)
g)
Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.
Selain tugas-tugas
perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara
lain:
–
Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
–
Emosinya tidak stabil
–
Perkembangan Seksual sangat menonjol
–
Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
–
Terikat erat dengan kelompoknya
3. Masa
Dewasa (Kedewasaan)
Tujuan perkembangan
ialah menjadi manusia dewasa yang sanggup bertanggung jawab sendiri dan berdiri
sendiri/mandiri. Setelah masa adolesensi sampailah pada masa kedewasaan, dimana
dia diharapkan bias mendidik diri sendiri. Dalam pengertian:
–
Mampu menentukan sikap
–
Bias memilih arah dan tujuan hidupnya
–
Secara kosekuen mencapai tujuan hidupnya
Setiap kedudayaan dapat
membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada
umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis tertentu.
Dalam hal ini Elisabet Hurlock (1996) membagi masa dewasa menjadi tiga
periode, yaitu
- Masa
dewasa awal (usia 18 – 40 tahun)
- Masa
dewasa madya (usia 40 – 60 tahun)
- Masa
dewasa akhir (usia 60 keatas hingga meninggal)
a)
Masa Dewasa Awal
Masa dewasa awal menurut
Elisabeth Hurlock, dimulai dari 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun. Saat
perubahan-perubahan fisik dan psikologi yang menyertai berkurangnya kemampuan
repruduktif. Definisi masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian terhadap
pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru.
1)
Ciri-ciri masa dewasa awal menurut Hurlock
–
masa pengaturan
–
masa reproduktif
–
masa bermasalah
–
masa ketegangan emosional
–
masa keterasingan sosial
–
masa komitmen
–
masa ketergantungan
–
masa perubahan nilai
–
masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
–
masa kreatif
2)
Tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Havighurst (1983)
–
memiliki teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
–
belajar hidup bersama dengan suami atau istri
–
mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
–
dituntut adanya kesamaan cara serta sepaham di dalam keluarga
–
mengelola rumah tangga
–
mulai bekerja dalam suatu jabatan
–
mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
–
memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai atau pahamnya.
b)
Masa Dewasa Madya
Pada umumnya masa dewasa
madya (usia madya) atau masa setengah baya dipandang sebagai masa usia antara
40 – 60 tahun. Masa tersbut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan jasmani
dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan fisik, sering [ula
diikiti oleh penurunan daya ingat.
Masa dewasa madya
merupakan masa transisi dimana pria dan wanita mulai meninggalkan cirri-ciri
jasmani san plrilaku masa dewasanya. Tahun-tahun ini merupakan masa puncak
dimana kondisi kesejahteraan psikologis, kesehatan, produktivitas dan
keterlibatan dalam masyarakat sangat optimal.
1)
Ciri-ciri masa dewasa madya
–
ketakutan akan memasuki masa ini
–
masa transisi
–
masa stress
–
masa yang berbahaya
–
masa canggung
–
masa berprestasi
–
masa evalusi
–
masa sepi
2)
Tugas-tugas perkembangan masa usia madya
–
menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
–
menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
–
mambantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab
dan berbahagia
–
mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
–
mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
–
mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh
c)
Masa Dewasa Akhir
Pada masa dewasa akhir
ini kemampuan kognitif, seperti memori, kreativitas, intelegensi dan kemampuan
belajar pada umumnya mulai mengalami penurunan. Terkadang mereka kurang mampu
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatannya.
d)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Masa Dewasa
1)
Kekuatan fisik
2)
Kemampuan motorik
3)
Kemampuan mental
4)
Motivasi untuk berkembang
5)
Model peran
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anak didik adalah objek
sasaran dalam proses belajar mengajar sebagai manusia individu yang memiliki
perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu sama lain, maka dalam
proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan faktor psikologi
karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh
melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.
Psikologi Pendidikan dan
Psikologi Perkembangan mempelajari perubahan-perubahan fisik maupun tingkah
laku individu dalam lingkungan masyarakat, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah maupun situasi pendidikan yang meliputi pula pengertian
tentang proses belajar dan mengajar yang dapat membantu individu berkembang
untuk menjadi manusia dewasa yang sanggup bertanggung jawab sendiri dan berdiri
sendiri/mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Munawar
Sholeh. Psikologi Perkembangan. Edisi revisi, Cetakan II. Jakarta,
2005.
Ali, Mohammad dan
Mohammad asroro.2004. PSIKOLOGI REMAJA Perkembangan Peserta didik.Jakarta:
PT Bumi Aksara
Desmita. Psikologi
Perkembangan. Cetakan pertama. Badung: PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Kartono, kartini. Psikologi
Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung:Mandar Maju, 2007.
Prayitno, elida. Psikologi
perkembangan.jakarta:Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. 1991.
Yusuf LN, H.
Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
di ambil dari :
https://christianyonathanlokas.wordpress.com/2013/09/08/perkembangan-peserta-didik-dan-psikologi-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar